Mengorbit Alam Semesta
INI UBAH

Mengorbit Alam Semesta

by Eva Fadhilah

Mengorbit Alam Semesta Refleksi Bumi

Refleksi Bumi

by Eva Fadhilah

Refleksi Bumi Trip Kepulauan Seribu

Trip Kepulauan Seribu

by Eva Fadhilah

Trip Kepulauan Seribu Just Do You at International Women Day Just Do You at International Women Day Valentine

Valentine

by Eva Fadhilah

Valentine

Selasa, 13 Februari 2018

Valentine, Membangun Animo dan Ekonomi


Hari Valentine (Valentine’s Day) atau dikenal juga Hari Kasih Sayang yang jatuh pada tanggal 14 Februari adalah sebuah hari dimana di “Negeri Barat” para kekasih dan mereka yang sedang jatuh cinta menyatakan cintanya. Namun Valentines’s Day ini tak hanya populer di dunia barat, di Indonesia pun tak sedikit orang merayakan hari nuansa warna pink ini.
Sejarah Hari Valentine memang acap kali menjadi kontroversi dan bahan pembicaraan yang hangat bagi banyak kalangan di seluruh penjuru dunia. Kebiasaan bangsa Romawi mengadakan pesta bagi salah satu dewa/dewi mereka yaitu Lupercelia Lupercus (dewi kesuburan) adalah sejarah awal adanya Hari Valentine. Perayaan ini dilaksanakan pada awal abad keempat sebelum masehi pertengahan Februari, bersamaan dengan musim kawin burung.
Ternyata pesta Lupercalia ini bukan hanya pesta biasa, namun event tersebut juga merupakan ajang mencari jodoh dan bersenang – senang yang cukup unik. Perayaan tersebut dimulai oleh para gadis yang menuliskan namanya pada secarik kertas, kemudian dimasukkan ke dalam kotak. Selanjutnya para pemuda yang hadir akan menjadi pasangan pemuda tersebut sampai pesta Lupercalia yang berikutnya (saling bertukar pasangan tanpa ikatan).
Akhirnya acara jodoh – jodohan dalam pesta Lupercalia yang telah berlangsung selama 80 tahun ini pun kemudian ditentang oleh pihak gereja yang ada di Roma. Alasannya, hal ini merupakan perayaan kafir yang bertentangan dengan ajaran Kristen.
Di lain waktu dan lain cerita, pada abad ke – 13, Romawi diperintah oleh Kaisar Claudius yang berambisi memiliki pasukan militer yang besar untuk berperang menginginkan semua pria di kerajaannya bergabung didalam ketentaraan. Caludius berpikir bahwa banyak pria Romawi enggan menjadi tentara karena takut meninggalkan keluarga da kekasih mereka. Lalu Claudius memerintahkan untuk melarang semua pertunangan dan pernikahan di Romawi.
Valentine yang pada saat itu merupakan peneta terkenal di Roma bersama – sama dengan pendeta lain bernama Marius, secara sembunyi – sembunyi tetap menikahkan para pasangan. Namun perbuatan mereka akhirnya diketahui oleh Claudius, yang langsung memerintahkan untuk menangkap dan memenggal leher Valentine. Ia dihukum pancung pada tanggal 14 Februari 270 M. Sebelum dipenggal, ia menulis surat buat puteri penjaga penjara yang senantiasa menemaninya selama di penjara. Di akhir surat ia menulis “Dengan Cinta dari Valentine mu”. Semenjak saat itu ucapan Valentine pun menjadi kata yang tersohor dan melegenda. Karena itu ada yang percaya bahwa orang – orang merayakan 14 Februari sebagai Hari Valentine untuk mengingat Valentine sebagai pejuang cinta.
Namun, terlepas dari sejarah hari valentine itu sendiri dan terlepas pula dari segala perbincangan kontroversial yang berbalut dogma dan agama, semenjak 14 Februari itulah nama “Valentine” menjadi sebuah hari untuk perayaan kasih sayang di seluruh dunia. Tidak hanya kalangan muda saja yang merayakan hari valentine, namun juga para orang tua dan anak – anak pun tak jarang ikut merayajannya. Bagi kebanyakan remaja di Indonesia, hari valentine menjadi hari yang tak bisa dilewatkan begitu saja.
Hampir semua media kerap kali menebarkan tema – tema acara beraroma valentine . TV, majalah, radio, bahkan koran pun juga membahas hari valentine . suasana Indonesia yang hijau agraris berubah menjadi hamparan permadani kayas yang tampak manis dan romantis. Rasa bangga pun menyelimuti diri para kebanyakan remaja. Hal ini terlihat dari segala atribut yang dikenakan hampir total bernuansa pink dari mulai baju, sepatu, tas, dan pernak pernik lainnya.
Tak lupa dengan ucapan Selamat Hari Valentine dan silih bertukar kartu selamat yang memang saat ini sudah kurang begitu populer jika mengucapkan selamat pada secarik kartu bergambar, sebab media SMS dan jejaring sosial sudah mengalihkan budaya berkirim kartu dan surat. Namun itu bukan berarti kebiasaan saling ucap hari valentine itu menjadi lenyap ditelan masa. Kita bisa melihat ucapan selamat valentine di setiap jejaraing sosial yang ada, bahkan bisa dibilang ucapan valentine bisa memenuhi setiap layar handphone pada 14 Februari.
Saking berharganya moment 14 Februari ini orang – orang rela merogoh saku lebih dalam untuk mendapatkan setiap barang yang bertemakan valentine. Toko – toko menggelar diskon dan promo bertemakan valentine. Bahkan harga coklat yang naik sampai 3 kali lipat pun berani dibeli demi “cinta dan kasih sayang”. Dan secara perlahan , perayaan valentine ini membawa potensi ekonomi yang menggiurkan yang secra otomatis juga membuka peluang pasar yang besar bagi industri modern yang berkaitan, terutama industri kartu ucapan selamat dan coklat.
The Greeting Card Association (Asosiasi Kartu Ucapan AS) memperkirakan bahwa di seluruh dunia sekitar satu miliar kartu valentine dikirimkan per tahun. Hal ini membuat hari valentine menjadi hari raya terbesar kedua setelah natal dimana kartu – kartu ucapkn dikirimkan. Begitupun untuk industri coklat mencapai 13,9 miliar dollar AS untuk produksi coklat sehingga menyedot 43.322 tenaga kerja. Ini belum terhitung omset industri bunga. Kombinasi antara pedagang grosir dan eceran bunga potong yang mempunyai omset 100.000 dollar AS atau lebih menghasilkan sekitar 397 juta dollar AS atau setara dengan 3,85 triliun rupiah. Pendapatan yang sangat fantastik.
Potensi  ekonomi yang besar ini tentu saja menjadi lahan keuntungan yang sangat besar bagi para pedagang, baik secara internasional maupun daerah. Hal ini tentu saja akan berimbas pada penghasilan dan perputaran uang di daerah. Namun jika boleh berandai – andai, seandainya rasa bangga terhadap moment valentine ini diterakapkan pula pada moment yang mengusung nilai kearifan lokal, sepertinya akan menjadi sebuah moment yang unik dan menjadi daya tarik ekonomi yang cukup tinggi.
Ini bukanlah hal yang mustahil terjadi. Di Negara Sakura, Jepang, ada upacara terkenal yaitu upacara minum teh di perayaan hari jadi Negara Jepang. Konon katanya pada zaman dahulu sering disebut Chanoyu/Chat/Chato/Sadou. Tetapi dalam percakapan segari – hari orang jepang sering menyebutnya dengan Ocha. Chanoyu sendiri dapat diartikan sebagai air panas untuk teh. Upacara ini adalah salah satu ritual tradisional Jepang dalam menyajikan teh untuk tamu.
Tata cara penyajian teh yang unik seperti membungkuk hormat pada penyaji teh saat ocha (teh hijau) disajikan, memandang ornamen yang ada pada cawan dengan penuh perhatian, lalu menghargai ornamen sebagai karya seni sebelum minum teh dari cawan, dan gerakhir membuat percakapan ringan dengan tuan rumah tentang barang – barang seni tersebut. Karena cara penyajian yang khas itulah para wisatawan rela berbondong – bondong ber-traveling hanya untuk melihat orang jepang minum teh, dan bahkan banyak pula para peneliti yang mempelajari budaya minum teh ini. Padahal kalau boleh kita cicipi teh yang di jepang itu rasanya lebih nikmat teh asli Indonesia yang ada di puncak Bogor ataupun Taraju Tasikmalaya. Tapi mengapa cara kita minum teh tidak mampu menarik perhatian wisatawan? Barangkali karena kita tidak mampu menghargai alam sebagai anugerah Tuhan yang tak ternilai harganya.
Namun, bagaimana jadinya jika situasi serupa, baik kebanggaan terhadap valentine ataupun kecintaannya orang jepang terhadap upacara teh diterapkan di Indonesia, misalnya pada moment perayaan Ulang Tahun Hari Jadi Tasikmalaya? Banyak hal – hal yang bisa diangkat pada perayaan HUT Tasikmalaya, seperti hasil karya Tasikmalaya yaitu kelom geulis, batik tasik, dan kerajinan tangan Rajapolah atau berbagai barang dan hal pernak pernik mengenai budaya sunda. Selain hal budaya yang diangkat, hal ini juga akan berimbas pada nilai ekonomi. Seperti valentine dan upacara minum teh di Jepang. Tentu saja pada perayaan HUT Tasik orang – orang juga akan membeli barang – barang produk orang Tasik itu sendiri atau pemerintah dengan  sengaja membuat undang – undang mengenai pemakaian pakaian Tasikmalaya atau bahkan menetapkan 1 hari berbusana sunda. Dengan hal itu para pengrajin lokal bisa hidup, kreativitas, dan produktivitasnya meningkat sehingga membangkitkan kearifan lokal.
Tidak hanya hal itu yang bisa kita dapatkan jika kita mampu meningkatkan kearifan lokal Tasikmalaya, seperti upacara minum teh di Jepang yang kerap kali dihadiri oleh wisatawan, upacara hari jadi Tasik juga kalau dikemas secara unik dan berlatarkan ciri khas sunda dan Tasikmalaya, wisatawan pun akan berbondong – bondong datang ke Tasikmalaya sehingga akan menarik ekonomi tinggi pula. Namun semua hal ini, hari valentine dan upacara minum teh –red, bisa bertahan sekian lamanya dan menghasilkan nilai ekonomi tinggi karena orang – orang sangat menghargai budaya tersebut dan membanggakannya.

Yang menjadi pertanyaan besar adalah apakah kita bisa bangga dengan budaya kita sendiri, ataukah kita lebih bangga merayakan dan mengenakan atribut 14 Februari? 



*FYI, tulisan ini ditulis dulu bingits yang dikirim ke surat kabar daerah tasik, jadi yang dibahas ya disangkutkan dengan tasik wkwkw, cm karna ada velentine nya ku up aja di blog 😂