Sabtu, 21 Oktober 2017

Hari Santri


Setiap keluarga mempunyai pandangan atau rules tersendiri yang ditanam dan menjadi acuan dalam segala keputusan. Begitupun dengan keluarga saya. Jika perlu dijabarkan,  bapak saya dibesarkan dilingkungan wiraswasta yang notabene pekerja, mandiri, dan selalu mengambil keputusan dengan research atau data, sedangkan mamah saya dididik dengan ilmu agama yang sangat kental. Yah, mamah dibesarkan dilingkungan pesantren. Kedua orang tua bapak sudah tiada, pun dengan sanak saudara kandung, yang mana bapak hanya punya satu saudara yang juga sudah tiada. Sedangkan orang tua mamah dan tujuh bersaudaranya masih ada sehingga ketika lebaran ataupun acara rutin keluarga suka kumpul di keluarga mamah.
Karena frekuensi interaksi yang lebih banyak dengan keluarga besar mamah menjadikan pandangan keluarga saya lebih ke didikan pesantrenan. Ya mungkin ini tidak dirasakan semua (kakak dan ade saya), tapi lebih ke saya yang lebih merasakan nuansa santriannya. Dari keluarga besar mamah, mamahlah satu – satunya anak perempuan, yang otomatis jika berkeluarga apapun dasar keluarga akan dipandu oleh seorang suami. Dan tentunya mamah dipandu oleh bapak dalam hal berkeluarga. Dan dari ke tujuh anak tersebut, anak – anak mamahlah yang tidak diarahkan untuk mondok dipesantren.  Which is cucu – cucu nenek yang tidak mondok nyantri ya saya, ade, dan kakak saya. Ehehehe...
Kakak dan adik – adik mamah notabene menjadi pendidik dibidang agama (red. Ustad) dan sebagian besar dari mereka mendirikan pondok pesantren. Jadi jelaslah ya pastinya anak – anaknya akan diarahkan untuk mondok hehehe..
Mungkin ada yang bertanya, kenapa saya tidak ikut mondok juga? Mmm kenapa yah? Pada waktu itu, ketika memutuskan untuk sekolah formal negeri saja punya alasan bahwa dengan hanya ngaji rutin tiap malam di pesantren uwa (kakak mamah), kalo istilah santri mah santri kalong wkwk, sudah cukup untuk membekali ilmu agama.
Buuutttt... is’s wrong!! Saya baru menyadarinya sekarang. Sangat tidaaaaaak cukup! Dulu nenek pernah bilang ketika salah satu cucunya mau menimba ilmu di gontor. “Kamu boleh pergi ke gontor, tapi sepulang dari gontor, harus masuk pondok pesantren A untuk pendalaman tauhidnya”. Dalam hati saya berkata, serius harus mondok lagi? Padahal sebelum ke gontor dia udah mondok di pesantren B. Terus cerita lain datang dari paman. Pada waktu itu anak paman mau dikirim mondok. “mang udah aja mondoknya di bandung kan banyak pondok pesantren terkenal, bagus pulak” “tidak cukup dengan itu, kajian ilmu agama harus dari ushul, salah satunya dikaji langsung dari kitab kuningnya”, lagi lagi saya berkata dalam hati, ah sama saja kan. Dan juga perkataan uwa “mondok itu bukan hanya sekedar untuk jadi ustadz, jadi ajengan atau kyai, atau bahkan untuk menghasilkan uang. Tidak! Tapi mondok adalah mencari tahu hidup yang benar itu seperti apa, harus seperti apa dan bagaimana saya hidup. Untuk dirimu, untuk pedoman dirimu”
Memang benar, pemahaman itu datangnya tidak sekaligus tapi dari kajian dan proses. Sekarang saya tau maksudnya, dan saya begitu miskin banget akan ilmu. Jadi menyesal dulu ga sempet mondok atau sekolah sambil mondok.
Tapi inti dari tulisan ini bukan masalah mondok atau tidaknya, pernah jadi santri atau tidaknya. Tapi sejauh mana kita istiqomah dalam memperbaiki diri, menambah ilmu agama, dan mengamalkan ilmu, lebih bagus lagi mengajak atau memberi pemahaman kepada sesama dan mengajaknya menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Tidak hanya sekedar La ilaaha Illallah, tapi juga Muhammadur Rasulullah.
Di Hari Santri ini, ayo sempatkan sholawat nariyah, jadikan diri kita menjadi simbol atau cerminan muslim yang memahami, mengkaji, dan mengamalkan ajaran Islam. Jangan merasa saya tidak meramaikan hari santri karena saya tidak pernah mondok di pesantren, kalau kata Pak Sad Aqil mah “Ada yang lulusan SD, SMP, SMA, Universiatas tapi hormat kepada kyai dan dia menjalankan perintah agama, ibadah, itu sudah kita panggil santri”.

Selamat Hari Santri 2017

“Bahkti Santri Untuk Negeri, Santri Mandiri NKRI Hebat”


Salah satu kegiatan menyambut hari santri, sholawat nariyahan di Pondok Pesantren KH. Zaenal Musthafa Sukamanah - Tasikmalaya #1miliarSholawatNariyah

0 komentar:

Posting Komentar