Hari
Valentine (Valentine’s Day) atau
dikenal juga Hari Kasih Sayang yang jatuh pada tanggal 14 Februari adalah
sebuah hari dimana di “Negeri Barat” para kekasih dan mereka yang sedang jatuh
cinta menyatakan cintanya. Namun Valentines’s
Day ini tak hanya populer di dunia barat, di Indonesia pun tak sedikit
orang merayakan hari nuansa warna pink ini.
Sejarah
Hari Valentine memang acap kali menjadi kontroversi dan bahan pembicaraan yang
hangat bagi banyak kalangan di seluruh penjuru dunia. Kebiasaan bangsa Romawi
mengadakan pesta bagi salah satu dewa/dewi mereka yaitu Lupercelia Lupercus
(dewi kesuburan) adalah sejarah awal adanya Hari Valentine. Perayaan ini
dilaksanakan pada awal abad keempat sebelum masehi pertengahan Februari,
bersamaan dengan musim kawin burung.
Ternyata
pesta Lupercalia ini bukan hanya pesta biasa, namun event tersebut juga merupakan ajang mencari jodoh dan bersenang –
senang yang cukup unik. Perayaan tersebut dimulai oleh para gadis yang
menuliskan namanya pada secarik kertas, kemudian dimasukkan ke dalam kotak. Selanjutnya
para pemuda yang hadir akan menjadi pasangan pemuda tersebut sampai pesta
Lupercalia yang berikutnya (saling bertukar pasangan tanpa ikatan).
Akhirnya
acara jodoh – jodohan dalam pesta Lupercalia yang telah berlangsung selama 80
tahun ini pun kemudian ditentang oleh pihak gereja yang ada di Roma. Alasannya,
hal ini merupakan perayaan kafir yang bertentangan dengan ajaran Kristen.
Di
lain waktu dan lain cerita, pada abad ke – 13, Romawi diperintah oleh Kaisar
Claudius yang berambisi memiliki pasukan militer yang besar untuk berperang
menginginkan semua pria di kerajaannya bergabung didalam ketentaraan. Caludius berpikir
bahwa banyak pria Romawi enggan menjadi tentara karena takut meninggalkan
keluarga da kekasih mereka. Lalu Claudius memerintahkan untuk melarang semua
pertunangan dan pernikahan di Romawi.
Valentine
yang pada saat itu merupakan peneta terkenal di Roma bersama – sama dengan
pendeta lain bernama Marius, secara sembunyi – sembunyi tetap menikahkan para
pasangan. Namun perbuatan mereka akhirnya diketahui oleh Claudius, yang
langsung memerintahkan untuk menangkap dan memenggal leher Valentine. Ia dihukum
pancung pada tanggal 14 Februari 270 M. Sebelum dipenggal, ia menulis surat
buat puteri penjaga penjara yang senantiasa menemaninya selama di penjara. Di akhir
surat ia menulis “Dengan Cinta dari Valentine mu”. Semenjak saat itu ucapan
Valentine pun menjadi kata yang tersohor dan melegenda. Karena itu ada yang
percaya bahwa orang – orang merayakan 14 Februari sebagai Hari Valentine untuk
mengingat Valentine sebagai pejuang cinta.
Namun,
terlepas dari sejarah hari valentine itu sendiri dan terlepas pula dari segala
perbincangan kontroversial yang berbalut dogma dan agama, semenjak 14 Februari
itulah nama “Valentine” menjadi sebuah hari untuk perayaan kasih sayang di
seluruh dunia. Tidak hanya kalangan muda saja yang merayakan hari valentine,
namun juga para orang tua dan anak – anak pun tak jarang ikut merayajannya. Bagi
kebanyakan remaja di Indonesia, hari valentine menjadi hari yang tak bisa
dilewatkan begitu saja.
Hampir
semua media kerap kali menebarkan tema – tema acara beraroma valentine . TV,
majalah, radio, bahkan koran pun juga membahas hari valentine . suasana
Indonesia yang hijau agraris berubah menjadi hamparan permadani kayas yang
tampak manis dan romantis. Rasa bangga pun menyelimuti diri para kebanyakan
remaja. Hal ini terlihat dari segala atribut yang dikenakan hampir total
bernuansa pink dari mulai baju, sepatu, tas, dan pernak pernik lainnya.
Tak
lupa dengan ucapan Selamat Hari Valentine dan silih bertukar kartu selamat yang
memang saat ini sudah kurang begitu populer jika mengucapkan selamat pada
secarik kartu bergambar, sebab media SMS dan jejaring sosial sudah mengalihkan
budaya berkirim kartu dan surat. Namun itu bukan berarti kebiasaan saling ucap
hari valentine itu menjadi lenyap ditelan masa. Kita bisa melihat ucapan
selamat valentine di setiap jejaraing sosial yang ada, bahkan bisa dibilang
ucapan valentine bisa memenuhi setiap layar handphone
pada 14 Februari.
Saking
berharganya moment 14 Februari ini orang – orang rela merogoh saku lebih dalam
untuk mendapatkan setiap barang yang bertemakan valentine. Toko – toko menggelar
diskon dan promo bertemakan valentine. Bahkan harga coklat yang naik sampai 3
kali lipat pun berani dibeli demi “cinta dan kasih sayang”. Dan secara perlahan
, perayaan valentine ini membawa potensi ekonomi yang menggiurkan yang secra
otomatis juga membuka peluang pasar yang besar bagi industri modern yang
berkaitan, terutama industri kartu ucapan selamat dan coklat.
The Greeting Card Association
(Asosiasi Kartu Ucapan AS) memperkirakan bahwa di seluruh dunia sekitar satu
miliar kartu valentine dikirimkan per tahun. Hal ini membuat hari valentine
menjadi hari raya terbesar kedua setelah natal dimana kartu – kartu ucapkn dikirimkan.
Begitupun untuk industri coklat mencapai 13,9 miliar dollar AS untuk produksi
coklat sehingga menyedot 43.322 tenaga kerja. Ini belum terhitung omset
industri bunga. Kombinasi antara pedagang grosir dan eceran bunga potong yang
mempunyai omset 100.000 dollar AS atau lebih menghasilkan sekitar 397 juta
dollar AS atau setara dengan 3,85 triliun rupiah. Pendapatan yang sangat
fantastik.
Potensi
ekonomi yang besar ini tentu saja
menjadi lahan keuntungan yang sangat besar bagi para pedagang, baik secara
internasional maupun daerah. Hal ini tentu saja akan berimbas pada penghasilan
dan perputaran uang di daerah. Namun jika boleh berandai – andai, seandainya
rasa bangga terhadap moment valentine ini diterakapkan pula pada moment yang
mengusung nilai kearifan lokal, sepertinya akan menjadi sebuah moment yang unik
dan menjadi daya tarik ekonomi yang cukup tinggi.
Ini
bukanlah hal yang mustahil terjadi. Di Negara Sakura, Jepang, ada upacara
terkenal yaitu upacara minum teh di perayaan hari jadi Negara Jepang. Konon
katanya pada zaman dahulu sering disebut Chanoyu/Chat/Chato/Sadou.
Tetapi dalam percakapan segari – hari orang jepang sering menyebutnya dengan
Ocha. Chanoyu sendiri dapat diartikan
sebagai air panas untuk teh. Upacara ini adalah salah satu ritual tradisional
Jepang dalam menyajikan teh untuk tamu.
Tata
cara penyajian teh yang unik seperti membungkuk hormat pada penyaji teh saat
ocha (teh hijau) disajikan, memandang ornamen yang ada pada cawan dengan penuh
perhatian, lalu menghargai ornamen sebagai karya seni sebelum minum teh dari
cawan, dan gerakhir membuat percakapan ringan dengan tuan rumah tentang barang –
barang seni tersebut. Karena cara penyajian yang khas itulah para wisatawan
rela berbondong – bondong ber-traveling
hanya untuk melihat orang jepang minum teh, dan bahkan banyak pula para
peneliti yang mempelajari budaya minum teh ini. Padahal kalau boleh kita cicipi
teh yang di jepang itu rasanya lebih nikmat teh asli Indonesia yang ada di
puncak Bogor ataupun Taraju Tasikmalaya. Tapi mengapa cara kita minum teh tidak
mampu menarik perhatian wisatawan? Barangkali karena kita tidak mampu menghargai
alam sebagai anugerah Tuhan yang tak ternilai harganya.
Namun,
bagaimana jadinya jika situasi serupa, baik kebanggaan terhadap valentine
ataupun kecintaannya orang jepang terhadap upacara teh diterapkan di Indonesia,
misalnya pada moment perayaan Ulang Tahun Hari Jadi Tasikmalaya? Banyak hal –
hal yang bisa diangkat pada perayaan HUT Tasikmalaya, seperti hasil karya
Tasikmalaya yaitu kelom geulis, batik tasik, dan kerajinan tangan Rajapolah
atau berbagai barang dan hal pernak pernik mengenai budaya sunda. Selain hal
budaya yang diangkat, hal ini juga akan berimbas pada nilai ekonomi. Seperti valentine
dan upacara minum teh di Jepang. Tentu saja pada perayaan HUT Tasik orang –
orang juga akan membeli barang – barang produk orang Tasik itu sendiri atau
pemerintah dengan sengaja membuat undang
– undang mengenai pemakaian pakaian Tasikmalaya atau bahkan menetapkan 1 hari
berbusana sunda. Dengan hal itu para pengrajin lokal bisa hidup, kreativitas,
dan produktivitasnya meningkat sehingga membangkitkan kearifan lokal.
Tidak
hanya hal itu yang bisa kita dapatkan jika kita mampu meningkatkan kearifan
lokal Tasikmalaya, seperti upacara minum teh di Jepang yang kerap kali dihadiri
oleh wisatawan, upacara hari jadi Tasik juga kalau dikemas secara unik dan
berlatarkan ciri khas sunda dan Tasikmalaya, wisatawan pun akan berbondong –
bondong datang ke Tasikmalaya sehingga akan menarik ekonomi tinggi pula. Namun semua
hal ini, hari valentine dan upacara minum teh –red, bisa bertahan sekian
lamanya dan menghasilkan nilai ekonomi tinggi karena orang – orang sangat
menghargai budaya tersebut dan membanggakannya.
Yang
menjadi pertanyaan besar adalah apakah kita bisa bangga dengan budaya kita
sendiri, ataukah kita lebih bangga merayakan dan mengenakan atribut 14
Februari?
*FYI, tulisan ini ditulis dulu bingits yang dikirim ke surat kabar daerah tasik, jadi yang dibahas ya disangkutkan dengan tasik wkwkw, cm karna ada velentine nya ku up aja di blog 😂